Rabu, 27 Januari 2010

Realistiskah Uang Pesangon 35 kali gaji?

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar beberapa waktu lalu menyampaikan gagasan tentang pesangon bagi karyawan sebesar 35 kali gaji. Gagasan tersebut sah-sah saja, namun apakah Pak Menteri sudah melakukan kajian mendalam tentang gagasannya itu.

Saat ini besaran pesangon maksimal yang diterima karyawan yang di PHK adalah terdiri dari maksimal pesangon 2 kali 9 upah yakni 18 kali upah, ditambah dengan maksimal uang penghargaan masa kerja sebesar 10 bulan upah, ditambah dengan uang penggantian hak yang terdiri dari sisa cuti, ongkos pulang dan penggantian perumahan dan perawatan kesehatan sebesar 15 %. Jadi total uang yang diterima oleh karyawan yang diPHK adalah sebesar UP sebesar 18 upah + UMK sebesar 10 upah + 15 % (UPxUMK)=28 upah + 15 % (28 upah)+sisa cuti dan ongkos pulang (jika ada).

Pak Menteri harus memahami, sebenarnya apa persoalan sesungguhnya di dunia ketenagakerjaan kita. Sementara ini beberapa persoalan yang sering kali muncul adalah (i) tentang status karyawan kontrak (karyawan tidak tetap) atau biasa disebut dengan PKWT, (ii) status karyawan outsourcing serta (iii) beratnya biaya PHK (pesangon) yang dirasakan oleh pengusaha.

Secara serta merta, meningkatkan uang pesangon sebesar 35 kali gaji akan menjadi good news bagi para pekerja. Namun, disadari atau tidak hal tersebut akan mendorong sebagian besar pengusaha takut mengangkat karyawan tetap karena konsekuensinya adalah jika terjadi PHK, maka ia akan mengeluarkan pesangon yang tidak kecil (35 kali gaji). Akhirnya, banyak pengusaha yang akan melakukan kontrak (PKWT) dengan karyawan atau outsourcing. Suatu momok yang selama ini ditakuti dan dikhawatirkan oleh banyak pekerja atau calon pekerja.

hari ini aku dengar ada titipan pesan dari ribuan buruh yang sedang demo di depan gedung DPR/MPR.....

.......................... Rupanya perwakilan dari Partai Demokrat ini menarik perhatian koordinator lapangan (korlap). Sang korlap aksi ini pun titip pesan untuk Presien SBY, Pendiri Partai Demokrat.

"Ini dari Partai Demokrat sudah menyampaikan dukungan. Ada pesanan untuk Pak SBY. Turunkan Sri Mulyani, pecat Muhaimin Iskandar, turunkan Boediono," ujar korlap tersebut. sumber : http://www.detiknews.com/read/2010/01/28/130837/1288093/10/fraksi-di-dpr-ramai-ramai-dukung-demo-buruh

Senin, 13 Juli 2009

ENAM PRINSIP HUBUNGAN INDUSTRIAL

Oleh : SlametHasan

(tulisan ini pernah dipublikasikan di BuletinHR edisi July 2009)

Dalam debat Calon Presiden beberapa waktu lalu saya terkesima dengan jawaban Capres nomor urut 3, JK, terkait dengan isu ketenagakerjaan. Kurang lebih beliau menyampaikan demikian, bahwa untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja, maka kita semua (termasuk pekerja) harus berusaha kuat agar jangan sampai perusahaan merugi dan akhirnya melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya. Dengan kata lain sebenarnya pekerja juga mampu menciptakan kondisi agar perusahaan tidak mem-PHKnya. Jadi ada hubungan timbal balik antara pengusaha dan pekerja dalam suatu keberlangsungan proses produksi.

Selama ini ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha selalu ditempatkan dalam posisi yang kurang baik. Sering dikatakan bahwa perusahaan berlaku sewenang-wenang dan tidak manusiawi. Sebaliknya pekerja selalu diposisikan sebagai korban. Pertanyaannya apakah perusahaan yang bangkrut karena tekanan financialnya ambruk bukan merupakan korban? Apalagi kalau bangkrutnya perusahaan ada kontribusi dari pekerja.

Setidaknya prasangka buruk akibat buruknya hubungan antara pengusaha dan pekerja dapat dihindari apabila para pihak memahami posisi dan tanggung jawabnya masing-masing. Oleh sebab itu, masalah manajemen hubungan industrial dalam sebuah perusahaan menjadi sangatlah penting.

Hubungan industrial atau disebut juga dengan industrial relation adalah hubungan yang terjadi antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah pihak yang langsung terkait dengan proses produksi atau pohak yang paling berkepentingan yakni antara pengusaha dengan pekerja. Selain itu ada masyararakat yang secara tidak langsung memiliki kepentingan dengan dunia usaha baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu berupa barang dan jasa untuk kebutuhan perusahaan, atau sebagai konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pihak ketiga adalah pemerintah yang berkepentingan atas pertumbuhan perekonomian secara umum dan dunia usaha khususnya. Kepetingan pemerintah ini antara lain adalah perusahaan sebagai salah satu sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan industrial secara luas dipahami sebagai hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Namun secara sempit hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja management-employees relationship.

Hubungan tersebut harus dipelihara dan dikembangkan dalam rangka menjamin kepentingan semua pihak yang terkait. Tujuan pemeliharaan dan pengembangan hubungan tersebut adalah untuk memberikan pembinaan guna menciptakan hubungan yang nyaman, aman dan harmonis antara pihak-pihak tersebut sehingga dapat meningkatkan produktifitas usaha. Dengan kata lain manajemen hubungan industrial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sekaligus adalah seni pengembangan dari manajemen sumber daya manusia.

Menejemen hubungan industrial sebagai salah satu bagian dari menejemen sumber daya manusia harus dipahami sebagai hubungan antar manusia (inter personal) terutama antara pengusaha atau pimpinan sebagai pihak yang memiliki perusahaan dengan pekerja sebagai pihak yang menjalankan operasional perusahaan. Oleh karena manajemen hubungan industrial merupakan menejemen antar orang yang terkait dengan jalannya perusahaan maka sangat rentan terjadi perselisihan antar pihak dalam menjalankan roda perusahaan tersebut. Dengan demikian salah satu wujud menejemen hubungan industrial di setiap perusahaan adalah merumuskan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang memuat hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha. Yangmana hal tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan yang obyektif ketika terjadi perselisihan antar pihak.

Hak pekerja merupakan tanggungjawab perusahaan dan kewajiban pekerja didasarkan pada kewenangan perusahaan untuk mengaturnya. Demikian pula hak perusahaan adalah kewajiban pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan penugasan pimpinan perusahaan menurut disiplin kerja dan waktu kerja yang diaturnya, sedangkan kewajiban perusahaan adalah hak pekerja untuk memperoleh upah, tunjangan dan jaminan social lainnya, beristirahat, cuti memperjuangkan haknya secara langsung maupun tidak langsung melalui serikat pekerja.

Untuk memberikan jaminan terlaksananya hak dan kewajiban tersebutu, maka ditetapkan berbagai bentuk peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan baik dalam bantuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden maupu keputusan menteri.

Perusahaan Sebagai Kepentingan Bersama

Terjadi kekeliruan persepsi bahwa perusahaan hanyalah kepentingan bagi pengusaha atau pemiliki perusahaan semata, masyarakat mengganggap tidak merasa memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Sebenarnya banyak pihak memiliki kepentingan terhadap perusahaan, termasuk tenaga kerja, masyarakat maupun pemerintah.

Pengusaha memiliki banyak kepentingan dalam perusahaan antara lain (i) menjaga atau mengamankan asetnya, (ii) mengembangkan modal atau asetnya supaya memberikan nilai tambah yang tinggi, (iii) meningkatkan penghasilannya, (iv) dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dan (v) bukti aktualisasi diri sebagai pengusaha yang berhasil

Demikian pula pekerja juga memiliki kepentingan terhadap perusahaan yang tidak kalah banyaknya, antara lain : (i) sebagai sumber kesempatan kerja, (ii) sebagai sumber penghasilan, (iii) sebagai sarana melatih diri, memperkaya pengalaman kerja serta meningkatkan keahlian dan keterampilan, (iv) tempat mengembangkan karir dan (v) tempat mengaktualisasikan keberhasilan

Sedangkan kepentingan masyarakat dan pemerintah dalam perusahaan antara lain : (i) bahwa perusahaan merupakan sumber kesempatan kerja yang akan mengurangi banyaknya pengangguran yang jumlahnya semakin banyak di Indonesia, (ii) perusahaan merupakan sumber pertumbuhan ekonomi, kemakmuran serta ketahanan nasional, (iii) perusahaan merupakan sumber devisa, (iv) perusahaan merupakan sumber utama pendapatan Negara melalui system pajak, (v) dan masih banyak lagi manfaat atau kepentingan pemerintah/masyarakat dalam perusahaan.

Enam Prinsip Hubungan Industrial

Mengingat sedemikian banyak kepentingan dari berbagai pihak terhadap perusahaan, maka sangat penting untuk menjamin keberlangsungan usaha yang didukung oleh adanya hubungan industrial yang baik, terutama antara pengusaha dengan pekerja.

Di atas segalanya, haruslah dibangun kesadaran bahwa hubungan industrial harus didasarkan atas kepentingan bersama, kepentingan semua unsure atas keberhasilan dan keberlangsungan perusahaan. Berikut ini adalah enam prinsip hubungan industrial:

Pertama, pengusaha dan pekerja, demikian pula pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan keberlangsungan perusahaan. Oleh sebab itu pengusaha dan pekerja harus mampu untuk melakukan tanggung jawabnya secara maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari. Pekerja atau serikat pekerja harus dapat membuang jauh-jauh kesan bahwa perusahaan hanya untuk kepentingan pengusaha. Demikian pula pengusaha harus menempatkan pekerja sebagai partner dan harus membuang jauh-jauh kesan memberlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.

Kedua, perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang. Semakin banyak perusahaan yang membuka usaha baru, maka semakin banyak pula kesempatan lapangan kerja yang akan memberikan penghasilan bagi banyak pekerja. Semakin banyak perusahaan yang berhasil meningkatkan produktifitasnya, maka semakin banyak pula pekerja yang meningkat penghasilannya. Dengan demikian pendapatan nasional akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat pula.

Ketiga, pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda dengan pembagian kerja dan tugas. Pengusaha memiliki tugas dan fungsi sebagai penggerak, membina dan mengawasi, pekerja memiliki tugas dan fungsi melakukan pekerjaan operasional. Pengusaha tidak melakukan eksploitasi atas pekerja dan sebaliknya pekerja juga bekerja sesuai dengan waktu tertentu dengan cukup waktu istirahat dan sesuai dengan beban kerja yang wajar bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pekerja tidak mengabdi kapada pengusaha akan tetapi pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.

Keempat, pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan. Sebagaimana pola hubungan sebuah keluarga, maka hubungan antara pengusaha dengan pekerja harus dilandasi sikap saling mengasihi, saling membantu dan saling mengerti. Pengusaha harus berusaha sejauh mungkin mengetahui kesulitan-kesulitan dan keadaan yang dihadapi oleh pekerja, serta berusaha semaksimal mungkin untuk dapat membantu dan menjadi solusi bagi kesulitannya. Bukan hanya menuntut pekerja memberikan yang terbaik bagi perusahaan tanpa mau tahu segala keadaan dan kondisi yang dihadapi oleh pekerja. Sebaliknya, pekerja harus juga memahami keterbatasan pengusaha. Apabila muncul permasalahan atau perselisihan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan dan semaksimal mungkin harus dihindari penyelesaian secara bermusuhan.

Kelima, perlu dipahami pula bahwa tujuan dari pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman dalam bekerja supaya dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk itu masing-masing pihak, perusahaan dan pekerja harus mampu menjadi mitra social yang harmomis, masing-masing harus mampu menjaga diri untuk tidak menjadi sumber masalah dan perselisihan.seandainya pun terjadi perbedaan pendapat, perbedaan persepsi dan perbedaan kepentingan, haruslah diselesaikan secara musyawarah mufakat, secara kekeluargaan tanpa mengganggu proses produksi. Karena setiap gangguan pada proses produksi akhirnya akan merugikan bukan hanya bagi pengusaha, namun juga bagi pekerjan itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

Keenam, peningkatan produktivitas perusahaan haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan bersama, yakni kesejahteraan pengusaha maupun kesejahteraan pekerja. Biasa kita temui pekerja yang bermalas-malasan, ketika ditanya kenapa? Maka jawabannya, “karena gajinya hanya untuk pekerjaan yang seperti ini, tidak lebih”. Padahal semestinya pekerja yang berkeinginan untuk mendapatkan upah lebih tinggi, maka ia harus bekerja keras untuk mampu meningkakan produktivitas perusahaan sehingga perusahaan akhirnya mampu memberikan upah yang sepadan dengan usahanya itu. Jangan berharap perusahaan akan memberikan lebih dari kontribusi yang telah diberikan pekerja terhadap perusahaannya.

Demikianlah beberapa prinsip hubungan industrial yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha maupun pekerja dalam membangun hubungan yang harmonis untuk mencapai hasil yang maksimal.

Sumber pustaka :

1. UU No. 13 tahun 2003

2. Buku “Manajemen Hubungan Indsutrial” karya Payaman Simanjuntak, Pustaka Sinar Harapan, tahun 2003

3. www.kompasonline.com

Senin, 08 Juni 2009

Analisis Email Prita Dari Sudut Medical Record, DRM (Dokumen Rekam Medis)

Prita, Apa Salahmu?

Entah mimpi apa, Prita Mulyasari harus masuk penjara. Entah mimpi apa pula, RS Omni Internasional masuk berita yang merusak reputasi lembaga itu. Sekian tahun lalu tujuan berdirinya RS swasta modern adalah untuk mencegah pasien lari ke luar negeri. RS swasta tumbuh marak. Sayang, pembangunan rumah sakit-rumah sakit swasta baru sebatas mewahnya gedung dan peralatan canggih. Sedikit manajemen RS mewah memerhatikan kualitas pelayanan secara komprehensif yang didambakan pasien. Masih banyak pasien berobat ke negara tetangga.

Industri Kesehatan

Kini, pelayanan kesehatan sudah menjadi industri, maka berlaku hukum ekonomi. Makin tinggi harga, makin tinggi kualitas barang yang diterima.

Hal serupa berlaku untuk kasus Prita. Dengan biaya RS yang tidak murah, semua layanan yang diterima harus seimbang. Keluh kesah Prita melalui e-mail kepada teman-teman seharusnya ditangani arif dan merupakan peringatan bagi RS untuk introspeksi, bahkan RS itu harus memberikan kompensasi. Jika saja jaksa tidak menahan Prita, bumerang terhadap RS Omni tak akan terjadi. Tulisan ini adalah analisis e-mail Prita dari sudut medical record atau DRM (dokumen rekam medis). Masalahnya sepertinya sepele, tetapi fatal.

Pertama, RS tidak mau memberikan hasil pemeriksaan laboratorium untuk trombosit yang 27.000 iu meski pemeriksaan diulang dua kali. Kemungkinan bagian lab memberikan data yang salah atau milik pasien lain. Karena Prita awam, dia menggunakan kata ”fiktif” untuk hasil itu. Kemungkinan bisa dikatakan lalai karena hasil lab berada di pihak manajemen rumah sakit. Normalnya, tiap data pasien harus menjadi bagian DRM yang boleh diketahui pasien. Jika datanya benar dan tercantum dalam DRM, kasus menghebohkan ini tak perlu terjadi. RS bisa memberikan fotokopi DRM yang menjadi hak Prita.

Kedua, RS tidak memberikan data DRM yang diminta. Pertanyaannya, apakah RS tidak tahu bahwa itu adalah hak pasien. Atau data DRM tidak lengkap menggambarkan secara kronologis, sampai pada kesimpulan bahwa pasien terkena DBD.

Ketiga, manajer RS seorang dokter, meminta pasien (dalam keadaan sakit) menceritakan kembali apa yang terjadi. Ini ironis sekali. Bukankah dokter bisa membaca urutan kejadian dari DRM, mulai pukul berapa pasien diterima di UGD sampai menjadi pasien rawat inap; mulai dari anamnesis, data yang bersifat subyektif dari pasien sampai data obyektif melalui pemeriksaan fisik dan data penunjang medis. Yang terpenting ditanyakan adalah apakah pasien alergi terhadap obat, bahkan makanan tertentu.

Bergesernya angka lab pemeriksaan trombosit dari 27.000 iu menjadi 180.000 iu dalam waktu singkat perlu menjadi bahan evaluasi dokter. Apakah secara empiris ini pernah terjadi atau ada sesuatu yang janggal. DRM berperan penting sebagai alat untuk evaluasi kinerja dokter, perawat, bahkan petugas administrasi yang mendata identitas pasien.

Dari uraian itu, kemungkinan dokter tidak tahu arti pentingnya DRM. RS tidak membuat kebijakan penting DRM yang berkualitas yang harus diciptakan oleh siapa saja yang berkontribusi terhadap terciptanya DRM.

Tak Beri Keterangan

Soal dokter tidak memberikan keterangan obat yang disuntikkan merupakan etika komunikasi yang kerap menjadi bagian terlemah para dokter dan perawat. Inform consent (IC) minimal diperlukan saat pasien akan rawat inap, terutama jika ada tindakan (operasi) yang akan dilakukan dan saat DRM diperlukan sebagai bukti di pengadilan. Namun, apa saja yang diperlukan untuk IC bergantung pada kebijakan RS, misalnya untuk memberikan suntikan apa perlu IC.

Dalam aspek hukum, DRM menjadi alat bukti seluruh layanan yang diberikan RS terhadap pasien. Jika Prita harus berhadapan dengan pengadilan, DRM dipakai sebagai bukti dan dibawa seorang ahli medical record yang harus disumpah lebih dulu bahwa ia tidak menukar, mengurangi, atau menambah data atau informasi dalam DRM.

Perkembangan DRM di RS belum menjadi prioritas. Secara fundamental DRM merupakan salah satu alat guna meningkatkan mutu layanan rumah sakit, terutama dokter. RS pendidikan, seperti RSCM bersama UI, bertanggung jawab mencetak dokter, perawat berkualitas internasional, karena RSCM adalah RS Rujukan Tertinggi Nasional. Inilah yang harus diperhatikan siapa pun yang ingin mendirikan RS bertaraf internasional. Semua staf, terutama dokter, juga harus berkualitas internasional.

Kasus seperti Prita banyak yang tidak terungkap. Ini adalah wake up call bagi RS. Siapa yang berwenang memantau dan mengevaluasi mutu dokumen rekam medis di Tanah Air? Jika layanan rumah sakit di Indonesia serius mau bersaing dengan negara tetangga, itu adalah syarat utama yang harus dipenuhi.

Itet Tridjajati Sumarijanto
Medical Record Administrator
KOMPAS, Selasa, 9 Juni 2009 04:44 WIB

Senin, 01 Juni 2009

Petisi Batavia

Petisi Batavia adalah suatu petisi yang dilahirkan sebagai akibat dari adanya dugaan kecurangan yang terjadi pada saat ujian nasional, khususnya yang menimpa Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Ngawi yang menyebabkan sebagian besar siswa yang mengikuti ujian nasional tahun 2009 tidak lulus. Dinamakan “Batavia” karena petisi ini dibuat oleh jaringan Alumni SMA Negeri 2 Ngawi yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.

Sebagai bangsa yang memiliki mimpi dan harapan besar, sudah pasti mengharapkan dunia pendidikan sebagai tempat lahirnya para pemimpin dan cendekiawan masa depan. Untuk itu, pendidikan harus bersih dari segala macam kepentingan sesaat, tujuan politik dan kecurangan. Pendidikan hanya boleh memiliki satu kepentingan yakni pendidikan itu sendiri.

Petisi ini diniatkan sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan pendidikan dan membela kepentingan pendidikan. Peristiwa yang terjadi di SMU Negeri 2 Ngawi merupakan puncak gunung es keterpurukan dunia pendidikan kita. Dari titik ini kita sadar, bahwa ternyata dunia pendidikan kita masih diwarnai adanya berbagai kepentingan sesaat yang cenderung menghancurkan.

SMA Negeri 2 Ngawi adalah sekolah favorit di Kabupaten Ngawi -berdasarkan kamus elektronik wikipedia-. Dari sekolah ini telah banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang bertanggung jawab dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi (http://www.wikipedia.org/wiki/%20Kabupaten_Ngawi).

Saat ini kita tersentak, dengan adanya kabar yang mengejutkan mengenai ketidaklulusan peserta Ujian Nasional dari siswa SMU Negeri 2 Ngawi. Berita di beberapa media massa menyebutkan 100 % siswa SMU Negeri 2 Ngawi tidak lulus Ujian Nasional. Benarkah di sekolah terfavorit di Ngawi itu 100 % siswanya gagal dalam Ujian Nasional ? Benarkah kegagalan 100 % siswa itu disebabkan mereka memakai kunci jawaban palsu yang disebarkan melalui sms ?

Berdasarkan uraian di atas, dan dalam upaya menyelamatkan dan membela kepentingan pendidikan nasional dengan ini kami seluruh alumni SMA Negeri 2 Ngawi yang berada di Jakarta dan sekitarnya menyampaikan petisi dan tuntutan sebagai berikut :

  1. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk bertindak bijak dan bekerja keras untuk mengusut adanya dugaan kecurangan atau kesalahan dari pihak korektor soal secara terbuka (transparan) dan obyektif.
  2. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk tidak membuat pernyataan kepada publik yang dapat meresahkan siswa, orang tua/wali murid dan masyarakat pada umumnya.
  3. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk memberikan perlindungan hukum dan hak-hak siswa terkait dengan kelulusan serta memberikan kepastian penyelesaian masalah dengan sebaik-baiknya.
  4. Meminta kepada pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya untuk berperan aktif mencari, melakukan penyelidikan, penyidikan dan proses hukum lainnya yang diperlukan guna mengungkap adanya dugaan tindak pidana dalam masalah ketidaklulusan Ujian Nasional di SMU Negeri 2 Ngawi.
  5. Memberikan dukungan moral kepada Kepala Sekolah, seluruh guru dan seluruh pihak di lingkungan SMU Negeri 2 Ngawi untuk bertindak tegas dalam mengupayakan dan melindungi kepentingan dan hak-hak siswa peserta UAN tahun 2009.
  6. Menghimbau kepada siswa, orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh adanya isu-isu yang belum tentu kebenarannya.
    Demikian petisi ini dibuat untuk menjadikan perhatian dan mendapakan tanggapan sebaik-baiknya.

Hormat kami,
Atas nama alumni SMAN 2 Ngawi
Regional Jakarta


M. Arief Kurniawan

Ketua

Minggu, 15 Februari 2009

Hati Hati Dengan Teknologi Informasi

Oleh : Slamet Hasan

Belakangan ini, internet sudah mewabah di seantero dunia. Tidak ketinggalan sebagian besar negara di dunia ketiga (berkembang) sangat kerajingan dengan teknologi informasi ini. Demikian pula Indonesia, di hampir semua pelosok negeri telah tersentuh teknologi ini. Dalam sedetik orang yang tinggal di pelosok kampung atau bahkan di tengah hutan, asal ada jarigan internet, maka dapat mengetahui keadaan dan kejadian di seluruh dunia tanpa sensor.

Orang banyak menerima manfaat dengan hadirnya internet, orang dengan mudah dapat terhubung dengan relasi bisnis, melakukan bisnis online dan lain sebagainya. Tidak jarang di beberapa perusahaan memanfaatkan jaringan internet untuk mengoperasikan seluruh praktek bisnisnya. Namun, adapula orang yang memanfaatkan internet hanya untuk iseng, hura-hura atau bahkan melakukan tindakan curang dan jahat.

Pada tanggal 25 Maret 2008 yang lalu, lahirlah UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU ini merupakan jawaban bagi kita mengenai segala persoalan hukum yang muncul di bidang informasi dan teknologi, terutama dengan segala persoalan terkait dengan pembuktian terhadap persoalan dan perbuatan yang dilakukan secara ekektronik.

Namun, ada beberapa Pasal yang menjadi ancaman serius yang menghadang bagi orang yang selama ini akrab dengan internet. Potensial ancaman tersebut antara lain adalah ancaman pelanggaran kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), ancaman pelanggaran penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan ancaman pelanggaran menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berasarkan SARA. Ancaman hukuman terhadap perbuatan/pelanggaran ini pun tidak tanggung-tanggung yakni ancaman pidana selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar 1 (satu) milyar rupiah.

Pasal-pasal serupa dalam KUHP telah menelan banyak korban. Pasal-pasal ini dikenal dengan pasal karet atau haatzei artikelen. Dikatakan sebagai pasal karet karena penerapannya yang sangat lentur. Siapa saja bisa memberikan tafsir kapan dikatakan melanggar kesusilaan, kapan dikatakan melanggar penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan kapan dikatakan perbuatan menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan.

Rabu, 11 Februari 2009

Harta Bersama Dalam Perkawinan

Oleh : Slamet Hasan

Kepemilikan harta setelah pernikahan menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974 ayat (1) disebut dengan harta bersama atau harta benda yang diperoleh selama perkawinan, kecuali harta yang diatur dalam ayat (2) Pasal 35 yakni harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Selain itu, dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dikenal juga adanya harta bersama, antara lain diatur dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islan disebutkan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Bagaimana menyikapi harta bersama ini? Masing-masing pihak memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga dan memanfaatkannya. Demikian pula sebaliknya kedua belas pihak juga tidak dapat melakukan perbuatan hokum tanpa ada persetujuan dri yang lainnya. Menurut Pasal 36 UU No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa terhadap harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Artinya masing-masing pihak tidak dapat melakukan suatu tindakan hukum baik berupa penjualan, penghibahan atau agunan/hak hipotik atas harta bersama, kecuali atas sepersetujuan kedua belah pihak yakni antara suami dan istri.

Ketentuan tersebut diperkuat dengan Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.

Bagaimana jika perkawinan putus karena percerian?

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing. Menurut ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa janda atau duda cerai masing-masing berhak ½ (seperdua) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, apabila terjadi perceraian, maka secara hukum masing-masing pihak (suami/istri) berhak masing-masing seperdua dari harta bersama. Namun apabila terjadi perselisihan mengenai harta bersama ini, masing-masing pihak dapat merujuk kepada Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama

Selasa, 03 Februari 2009

Ketentuan Pidana dalam Ketenagakerjaan

Oleh : Slamet Hasan

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita tentang seorang manager HRD sebuah hotel terkenal di Jakarta yang menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena menahan tidak membayar gaji pekerja selama diskorsing.

Tidak lama kemudian ada lebih dari 3 pimpinan perusahaan asing di Lumajang Jawa Timur yang mengajukan suaka atau perlindungan kepada Presiden karena merasa terancam dikejar-kejar oleh aparat yang berwajib.

Sebanarnya, apa bisa seorang pengusaha diancam pidana penjara berdasarkan UU No. 13 tahun 2003?

Secara umum kita memahami bahwa masalah penjara, kurungan, denda maupun bentuk-bentuk lainnya yang berkaitan dengan pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau dikenal dengan sebutan KUHP. Lantas bisakah orang dipenjara berdasarkan UU No. 13 tahun 2003?

Selama ini orang mengenal bahwa UU No. 13 tahun 2003 adalah sebuah peraturan yang mengatur tentang seluk beluk mengenai ketenagakerjaan, mulai dari masalah kesempatan kerja, pelatihan kerja sampai dengan masalah pemutusan hubungan kerja dengan segala konsekuensinya.

Dalam UU No. 13 tahun 2003, dikenal ada 3 (tiga) jenis sanksi yag dapat dikenakan kepada siapa yang melanggarnya. Ketiga sanksi tersebut terdiri ari (i) sanksi tindak pidana kejahatan, (ii) sanksi tindak pidana pelanggaran dan (iii) sanksi administratif.

Sanksi tindak pidana kejahatan diatur dalam Pasal 183, Pasal 184, dan Pasal 185 yang ancaman hukumannya juga tidak dapat diremehkan yakni dengan ancaman pidana minimal 1 (satu) tahun, paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan untuk sanksi tindak pidana pelanggaran diatur dalam Pasal 186, Pasal 187 dan pasal 188. dalam ketentuan pidana dengan sanksi tindak pidana pelanggaran diatur bahwa ancaman penjara minimal dapat dikenakan selama 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun beserta denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

Sementara sanksi administratif diatur dalam Pasal 190 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sanksi administraif yang dapat dikenakan kepada perusahaan yang melanggar antara lain ; (i) teguran, (ii) peringatan tertulis, (iii) pembatasan kegiatan usaha, (iv) pembekuan kegiatan usaha, (v) pembatalan persetujuan, (vi) pembatalan pendaftaran, (vii) penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan (viii) pencabutan izin.

Tulisan ini hanya sebagai stimulus bagi kita semua untuk berdiskusi dan akan berlanjut dengan ulasan lebih lanjut.

Salam hangat,