Rabu, 22 Oktober 2008

Krisis dan PHK

Oleh : Slamet Hasan, SH
Advokat


Kita dikejutkan oleh runtunya superpower ekonomi dunia, Amerika Serikat, yang mengalami kejatuhan lewat kerajaan bisnis finansial,Lehman Brothrer. Runtuhnya perusahaan besar Lehman Brother membuat dunia panik. Demikian pula Indonesia, meskipun pejabat pemerintah memberikan jaminan bahwa krisis yang melanda Amerika tidak akan berpengaruh atau paling tidak kecil pengaruhnya terhadap Indonesia, tetapi Bursa Efek Indonesia (BEI) menutup transaski saham untuk beberapa hari.

Beberapa negara maju baik Amerika maupun Eropa menggelontorkan anggaran dana negara untuk menyelamatkan krisis.

Dalam analisa dan bahasan tulisan ini, sengaja penulis menekankan terhadap efek domino krisis yang salah satunya adalah mengenai dunia ketenagakerjaan atau human resource. Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998, banyak perusahaan yang akhirnya tutup operasi karena tingginya biaya produksi, sementara pasar di Amerika maupun Eropa sudah pasti lesu.

Hari ini, 23 Oktober 2008 di Kompas disebutkan bahwa di Bandung Jawa Barat diperkirakan ada sekitar 70.000 karyawan yang sebagian besar dari indusri manufacturing dibidang tekstil (garmen) terancam PHK. Demikian pula di beberapa industri padat karya, dan terutama industri yang sebagian besar hasilnya dipasok ke Amerika dan Eropa. Di negeri tirai bambu (China) pun ternyata tragedi pemutusan hubungan kerja juga menjadi momok bagi para pekerja.

Pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan nampaknya menjadi suatu bagian yang tak dapat diabaikan dari dampak adanya krisis. Sering kali kalangan pengusaha menganggap pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bisnis mereka. Memang benar PHK dapat saja diambil oleh kalangan pengusaha dengan alasan krisis.

PHK Saat Krisis

Pemutusan hubungan kerja sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 151 ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenegakerjaan disebutkan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja.

Inilah falsafah perlindungan terhadap tenaga kerja dan bahkan kelangsungan hidup tenaga kerja dan menjadi hal yang mendasari betapa pemutusan hubungan kerja harus sebisa mungkin dihindari. Pemutusan hubungan kerja adalah pilihan terakhir, pengusaha, pekerja, serikat pekerja tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa didahului dengan adanya segala upaya untuk menghindari terjadinya PHK.

Krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini tidak serta merta menjadi pembenar bagi kalangan pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Banyak hal yang harus dilakukan untuk melakukan efisiensi perusahaan sebelum dilakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan. Misalnya saja efisiensi dilakukan dengan mengurangi biaya-biaya baik produksi maupun biaya tidak tetap (variable cost) lainnya. Perusahaan GPMorgan misalnya, dia melakukan efisiensi terhadap biaya perjalanan dinas.

Upaya efisiensi banyak ragamnya, sebelum akhirnya jika semua upaya telah dilakukan dan ternyata mau tidak mau harus melakukan efisiensi dengan melakukan pegurangan jumlah karyawan, maka harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga tidak menimbulkan gejolak di kalangan pekerja.

Ada 2 (dua) model pemutusan hubugan kerja dalam masa krisis yakni;

Pertama, perusahaan tutup karena adanya kerugian. Dalam hal ini diuraikan dalam pasal 164 ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 yang menegaskan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), halmana kerugian perusahaan harus dibuktikan dengan adanya laporan keuangan perusahaan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik (Pasal 164 ayat (2)).

Terhadap pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan dalam model yang pertama, pekerja berhak atas uang pesangon sebanyak 1 kali PMTK atau sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4).

Kedua, adalah perusahaan tutup bukan karena adanya kerugian atau bukan pula adanya force majeur tetapi karena untuk efisiensi. Untuk model PHK dalam kasus ini dapat dilihat dalam keterangan yang diuraikan dalam pasal 164 ayat (3) disebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi.

Konsekuensi dari model PHK ini adalah bahwa pekerja/buruh berhak mendapatkan uang pesangon sebesar 2 kali PMTK atau sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (4).

Semoga kita semua mampu menghindari sejauh mungkin terjadinya PHK, namun jika sangat terpaksa harus dilakukan, maka sebaiknya dilakukan secara baik dan berkeadilan.

MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT

sebuah perenungan

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit, istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yg dia alami seharian..

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil. Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yg sulung berkata

"Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak....... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu".

dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya

"sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian".

Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak-anak mereka

" Anak-anakku .......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah..... .tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian...”

sejenak kerongkongannya tersekat,

”... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini”.

“Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain,bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak Suyatno merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu..

Sampailah akhirnya pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa... disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2.. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama.. dan itu
merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"


Seperti ditulis oleh sahabat saya dalam emailnya...... terima kasih mas Moh. Ngumar.