Senin, 08 Juni 2009

Analisis Email Prita Dari Sudut Medical Record, DRM (Dokumen Rekam Medis)

Prita, Apa Salahmu?

Entah mimpi apa, Prita Mulyasari harus masuk penjara. Entah mimpi apa pula, RS Omni Internasional masuk berita yang merusak reputasi lembaga itu. Sekian tahun lalu tujuan berdirinya RS swasta modern adalah untuk mencegah pasien lari ke luar negeri. RS swasta tumbuh marak. Sayang, pembangunan rumah sakit-rumah sakit swasta baru sebatas mewahnya gedung dan peralatan canggih. Sedikit manajemen RS mewah memerhatikan kualitas pelayanan secara komprehensif yang didambakan pasien. Masih banyak pasien berobat ke negara tetangga.

Industri Kesehatan

Kini, pelayanan kesehatan sudah menjadi industri, maka berlaku hukum ekonomi. Makin tinggi harga, makin tinggi kualitas barang yang diterima.

Hal serupa berlaku untuk kasus Prita. Dengan biaya RS yang tidak murah, semua layanan yang diterima harus seimbang. Keluh kesah Prita melalui e-mail kepada teman-teman seharusnya ditangani arif dan merupakan peringatan bagi RS untuk introspeksi, bahkan RS itu harus memberikan kompensasi. Jika saja jaksa tidak menahan Prita, bumerang terhadap RS Omni tak akan terjadi. Tulisan ini adalah analisis e-mail Prita dari sudut medical record atau DRM (dokumen rekam medis). Masalahnya sepertinya sepele, tetapi fatal.

Pertama, RS tidak mau memberikan hasil pemeriksaan laboratorium untuk trombosit yang 27.000 iu meski pemeriksaan diulang dua kali. Kemungkinan bagian lab memberikan data yang salah atau milik pasien lain. Karena Prita awam, dia menggunakan kata ”fiktif” untuk hasil itu. Kemungkinan bisa dikatakan lalai karena hasil lab berada di pihak manajemen rumah sakit. Normalnya, tiap data pasien harus menjadi bagian DRM yang boleh diketahui pasien. Jika datanya benar dan tercantum dalam DRM, kasus menghebohkan ini tak perlu terjadi. RS bisa memberikan fotokopi DRM yang menjadi hak Prita.

Kedua, RS tidak memberikan data DRM yang diminta. Pertanyaannya, apakah RS tidak tahu bahwa itu adalah hak pasien. Atau data DRM tidak lengkap menggambarkan secara kronologis, sampai pada kesimpulan bahwa pasien terkena DBD.

Ketiga, manajer RS seorang dokter, meminta pasien (dalam keadaan sakit) menceritakan kembali apa yang terjadi. Ini ironis sekali. Bukankah dokter bisa membaca urutan kejadian dari DRM, mulai pukul berapa pasien diterima di UGD sampai menjadi pasien rawat inap; mulai dari anamnesis, data yang bersifat subyektif dari pasien sampai data obyektif melalui pemeriksaan fisik dan data penunjang medis. Yang terpenting ditanyakan adalah apakah pasien alergi terhadap obat, bahkan makanan tertentu.

Bergesernya angka lab pemeriksaan trombosit dari 27.000 iu menjadi 180.000 iu dalam waktu singkat perlu menjadi bahan evaluasi dokter. Apakah secara empiris ini pernah terjadi atau ada sesuatu yang janggal. DRM berperan penting sebagai alat untuk evaluasi kinerja dokter, perawat, bahkan petugas administrasi yang mendata identitas pasien.

Dari uraian itu, kemungkinan dokter tidak tahu arti pentingnya DRM. RS tidak membuat kebijakan penting DRM yang berkualitas yang harus diciptakan oleh siapa saja yang berkontribusi terhadap terciptanya DRM.

Tak Beri Keterangan

Soal dokter tidak memberikan keterangan obat yang disuntikkan merupakan etika komunikasi yang kerap menjadi bagian terlemah para dokter dan perawat. Inform consent (IC) minimal diperlukan saat pasien akan rawat inap, terutama jika ada tindakan (operasi) yang akan dilakukan dan saat DRM diperlukan sebagai bukti di pengadilan. Namun, apa saja yang diperlukan untuk IC bergantung pada kebijakan RS, misalnya untuk memberikan suntikan apa perlu IC.

Dalam aspek hukum, DRM menjadi alat bukti seluruh layanan yang diberikan RS terhadap pasien. Jika Prita harus berhadapan dengan pengadilan, DRM dipakai sebagai bukti dan dibawa seorang ahli medical record yang harus disumpah lebih dulu bahwa ia tidak menukar, mengurangi, atau menambah data atau informasi dalam DRM.

Perkembangan DRM di RS belum menjadi prioritas. Secara fundamental DRM merupakan salah satu alat guna meningkatkan mutu layanan rumah sakit, terutama dokter. RS pendidikan, seperti RSCM bersama UI, bertanggung jawab mencetak dokter, perawat berkualitas internasional, karena RSCM adalah RS Rujukan Tertinggi Nasional. Inilah yang harus diperhatikan siapa pun yang ingin mendirikan RS bertaraf internasional. Semua staf, terutama dokter, juga harus berkualitas internasional.

Kasus seperti Prita banyak yang tidak terungkap. Ini adalah wake up call bagi RS. Siapa yang berwenang memantau dan mengevaluasi mutu dokumen rekam medis di Tanah Air? Jika layanan rumah sakit di Indonesia serius mau bersaing dengan negara tetangga, itu adalah syarat utama yang harus dipenuhi.

Itet Tridjajati Sumarijanto
Medical Record Administrator
KOMPAS, Selasa, 9 Juni 2009 04:44 WIB

Senin, 01 Juni 2009

Petisi Batavia

Petisi Batavia adalah suatu petisi yang dilahirkan sebagai akibat dari adanya dugaan kecurangan yang terjadi pada saat ujian nasional, khususnya yang menimpa Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Ngawi yang menyebabkan sebagian besar siswa yang mengikuti ujian nasional tahun 2009 tidak lulus. Dinamakan “Batavia” karena petisi ini dibuat oleh jaringan Alumni SMA Negeri 2 Ngawi yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.

Sebagai bangsa yang memiliki mimpi dan harapan besar, sudah pasti mengharapkan dunia pendidikan sebagai tempat lahirnya para pemimpin dan cendekiawan masa depan. Untuk itu, pendidikan harus bersih dari segala macam kepentingan sesaat, tujuan politik dan kecurangan. Pendidikan hanya boleh memiliki satu kepentingan yakni pendidikan itu sendiri.

Petisi ini diniatkan sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan pendidikan dan membela kepentingan pendidikan. Peristiwa yang terjadi di SMU Negeri 2 Ngawi merupakan puncak gunung es keterpurukan dunia pendidikan kita. Dari titik ini kita sadar, bahwa ternyata dunia pendidikan kita masih diwarnai adanya berbagai kepentingan sesaat yang cenderung menghancurkan.

SMA Negeri 2 Ngawi adalah sekolah favorit di Kabupaten Ngawi -berdasarkan kamus elektronik wikipedia-. Dari sekolah ini telah banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang bertanggung jawab dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi (http://www.wikipedia.org/wiki/%20Kabupaten_Ngawi).

Saat ini kita tersentak, dengan adanya kabar yang mengejutkan mengenai ketidaklulusan peserta Ujian Nasional dari siswa SMU Negeri 2 Ngawi. Berita di beberapa media massa menyebutkan 100 % siswa SMU Negeri 2 Ngawi tidak lulus Ujian Nasional. Benarkah di sekolah terfavorit di Ngawi itu 100 % siswanya gagal dalam Ujian Nasional ? Benarkah kegagalan 100 % siswa itu disebabkan mereka memakai kunci jawaban palsu yang disebarkan melalui sms ?

Berdasarkan uraian di atas, dan dalam upaya menyelamatkan dan membela kepentingan pendidikan nasional dengan ini kami seluruh alumni SMA Negeri 2 Ngawi yang berada di Jakarta dan sekitarnya menyampaikan petisi dan tuntutan sebagai berikut :

  1. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk bertindak bijak dan bekerja keras untuk mengusut adanya dugaan kecurangan atau kesalahan dari pihak korektor soal secara terbuka (transparan) dan obyektif.
  2. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk tidak membuat pernyataan kepada publik yang dapat meresahkan siswa, orang tua/wali murid dan masyarakat pada umumnya.
  3. Meminta kepada Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi dan seluruh jajaran terkait untuk memberikan perlindungan hukum dan hak-hak siswa terkait dengan kelulusan serta memberikan kepastian penyelesaian masalah dengan sebaik-baiknya.
  4. Meminta kepada pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya untuk berperan aktif mencari, melakukan penyelidikan, penyidikan dan proses hukum lainnya yang diperlukan guna mengungkap adanya dugaan tindak pidana dalam masalah ketidaklulusan Ujian Nasional di SMU Negeri 2 Ngawi.
  5. Memberikan dukungan moral kepada Kepala Sekolah, seluruh guru dan seluruh pihak di lingkungan SMU Negeri 2 Ngawi untuk bertindak tegas dalam mengupayakan dan melindungi kepentingan dan hak-hak siswa peserta UAN tahun 2009.
  6. Menghimbau kepada siswa, orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh adanya isu-isu yang belum tentu kebenarannya.
    Demikian petisi ini dibuat untuk menjadikan perhatian dan mendapakan tanggapan sebaik-baiknya.

Hormat kami,
Atas nama alumni SMAN 2 Ngawi
Regional Jakarta


M. Arief Kurniawan

Ketua