Kamis, 20 November 2008 12:20 WIB
JAKARTA, KAMIS--Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim berpendapat kasus pencemaran nama baik seharusnya tidak digolongkan dalam kasus pidana, cukup dimasukkan dalam kasus perdata.
Ifdhal menjelaskan, setiap manusia memiliki hak privasi yang harus dihargai orang lain. Hak itu adalah hak untuk dilindungi nama baik dan reputasi dirinya. Berkaitan dengan ini, negara memang harus melindungi terjaminnya pemenuhan hak-hak ini. Salah satunya, memasukkan delik pencemaran nama baik dalam KUHP sebagai upaya negara melindungi kehormatan dan nama baik seseorang.
Namun, karena hak menjaga reputasi berada di wilayah privat, menurut Ifdhal, seharusnya hak ini tidak dibawa ke ranah publik dan menjadi urusan negara. "Hak terkait reputasi ini berada di wilayah privat, menjadi sesuatu yang harus dijaga sendiri. Menjadi aneh ketika mentransformasinya menjadi urusan negara. Berbahaya, karena akan terjadi penggandaan hukum terhadap orang yang diduga melakukan pencemaran nama baik. Bisa dipidana, juga bisa digugat secara perdata," kata Ifdhal dalam seminar "Kejahatan terhadap Kehormatan dalam Perspektif Demokrasi, HAM dan Hukum Pidana", di Jakarta, Kamis (20/11).
Pasal-pasal tentang pencemaran nama baik diatur dalam pasal 310 ayat 1 dan 2, pasal 311 ayat 1, pasal 316, pasal 207, dan pasal 208 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dikatakan Ifdhal, karena merupakan wilayah privat, maka seharusnya pasal-pasal itu dikeluarkan dari KUHP dan hanya bisa digugat secara perdata. Alasannya, KUHP merupakan warisan Hindia Belanda dan sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.
Sejarahnya, mengapa pencemaran nama baik dikriminalisasi, karena pada masa Hindia Belanda, pejabat publiknya menjadikan pasal itu sebagai upaya untuk menekan pergerakan pada masa itu. "Tapi dalam rancangan KUHP sekarang, justru semakin memperbanyak kriminalisasi pencemaran nama baik. Artinya, rancangan yang barus tidak mendemokratisasi KUHP. Delik-delik ini harus dihapus dari KUHP kita. Seharusnya, memindahkan pertanggungjawabannya ke mekanisme lain, bukan lagi dipidana," ujar Ifdhal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar